Matalinenews, Kupang| Komunitas Pandu Budaya Lembata menginisiasi diskusi daring (Minggu, 8/9) dengan menghadirkan para calon Bupati Lembata periode 2024-2029 sebagai narasumber yang membahas tentang Masa Depan Kedaulatan Pangan Lokal Lembata, antara Harapan dan Kenyataan.
Moderator, Syamsul Taib pada cuplikan pembuka menjelaskan, point penting kedaulatan pangan adalah meminimalisasi dominasi kebergantungan pada pangan impor atau yang datang dari luar Lembata, misalnya berasnisasi yang masif mulai tahun 70-an.
Tujuan lain adalah untuk mengembalikan identitas keberagaman pangan lokal dari monopoli keseragaman pangan.
Hadir sebagai keynote speaker adalah Syamsul Hadi, Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemendikbudristek RI.
Ia mendorong para narasumber untuk melihat sejarah kedaulatan pangan Lembata yang kini mengalami degradasi.
“Meninjau dari perjalanan sejarah Kabupaten Lembata tahun 60-an sampai 80-an, kemandirian dan kedaulatan pangannya sangat bagus. Namun sudah mengalami perubahan khususnya pola konsumsi.”
Ia juga menjelaskan hubungan antara Pangan Lokal dengan budaya masyarakat Lembata yang saat ini masih terawat. Karena itu, budaya yang masih eksis mesti dilihat sebagai peluang untuk menghidupkan kedaulatan pangan lokal Lembata.
“Adat istiadat dan ritus yang ada di pulau Lembata tidak lepas dari ucap syukur panen raya khususnya pangan lokal, misalnya pesta kacang. Masyarakat masih menjaga nilai-nilai khususnya kearifan lokal yang ada. Bagaimana keberpihakan terhadap budaya di Kabupaten Lembata? Kebudayaan tidak lepas dari kedaulatan pangan misalnya ritual.” ungkap Syamsul Hadi yang sudah lebih dari dua kali mengunjungi Lembata.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa pangan lokal merupakan keprihatinan nasional bukan saja di Lembata. Pemerintah pusat membuka ruang untuk sama-sama dengan pemerintah daerah mengembalikan eksistensi kedaulatan pangan lokal Lembata. Salah satu contoh kerja sama yang dibangun adalah program Muda Berdaya untuk Kedaulatan Pangan.
Ia juga menjadikan Desa Watodiri sebagai cerminan konsistensi masyarakat menjaga budaya pangan lokal, juga mengajak kerja sama lintas sektor, generasi muda, pemerintah, Pandu Budaya untuk sama-sama menggelorakan Kedaulatan Pangan lokal Lembata.
Lima Kandidat Hadir Berdiskusi
Ada lima kandidat bupati Lembata hadir memenuhi undangan panitia yakni Jimi Sunur, Simeon Lake, Thomas Ola, Vian Burin dan Kanisius Tuaq. Sedangkan Marsianus Jawa tak memenuhi undangan karena ada agenda lain yang bertabrakan.
Narasumber pertama, Jimi Sunur memulai dengan menampilkan data tentang regulasi yang mengatur tentang pangan sekaligus memaparkan komitmennya untuk kedulatan pangan lokal. Ia menjelaskan pangan lokal seperti ubi, pisang juga memiliki nilai gizi dan bisa menggantikan beras.
Komitmen ini akan ia lakukan jika terpilih menjadi Bupati.
Selain itu, Thomas Ola berkomitmen untuk menjadikan masyarakat Lembata berperadaban dan berdaulat pangan. Ia juga menjelaskan bahwa pangan lokal tidak hanya berkaitan dengan konsumsi melainkan juga produksi dan distribusi.
Untuk mewujudkan ini, perlu adanya branding yang bisa disalurkan lewat kemajuan media digital. Jika pangan lokal berdaulat, ia yakin, stunting bisa diatasi.
Kanisius Tuaq, Calon Bupati dari partai PAN dan NasDem menjelaskan, bicara tentang pangan lokal mesti dipahami juga masalah atau tantangannya, misalnya pemanasan global dan ketidakseimbangan antara produksi dan kebutuhan masyarakat akibat dari pertumbuhan penduduk.
Ia berjanji bahwa dirinya akan berkonsentrasi pada pangan. Cita-citanya menjadi Bupati Lembata termotivasi juga untuk kedaulatan pangan. Meraih kekuasaan baginya adalah cara terbaik dan mudah mengintervensi anggaran untuk pengembangan panan lokal.
Simeon Lake memulai dengan narasi kesadaran masyarakat Lembata tentang pangan lokal. Menurutnya, cara berpikir inferior dan keliru tentang pangan lokal mesti diluruskan agar gerakkan besar selanjutnya bisa berjalan. Ia juga menekankan pentingnya regulasi sebagai dasar yang mengikat.
“Gerakkan bersama, kerja lintas dinas, pemerintah melahirkan regulasi sebagai kebijakan bersama.”
Tak hanya itu, menurut Simeon Lake, cara kerja pertanian modern juga mesti dikontrol serius oleh pemerintah agar tidak berdampak pada kerusakan pangan lokal, misalnya penggunaan pupuk kimia dan sejenisnya. Menurut calon Bupati dari paket Salam ini, mengubah mindset menjadi pintu masuk untuk menggerakkan semangat bersama demi mencapai kedaulatan pangan.
Tak lupa pula ia melihat budaya pesta kacang sebagai salah satu rangsangan bagi masyarakat untuk membudidayakan kacang lokal Lembata.
Sementara itu, narasumber terakhir, Vian Burin berkomitmen merekonstruksi sistim pertanian.
“Perlu menata kembali struktur pertanian kita, revolusi di bidang pertanian, pastikan setiap kepala keluarga minimal memiliki satu hektar lahan.” Ia juga secara tegas akan mewujudkan Lembata sebagai kabupaten jagung dan kabupetn sorgum.
Diskusi ini dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang berjalan penuh dinamika. Partisipan yang hadir pada diskusi ini mencapai 158 orang.
(Syam)