Foto: Praktisi hukum DR. Nicholay Aprilindo, SH,.MH,MM saat diwawancarai wartawan terkait kasus - kasus hukum di NTT |
MATALINENEWS, JAKARTA- Praktisi hukum Nicholay saat diwawancarai wartawan terkait kasus - kasus hukum di NTT dikatakannya bahwa, secara pribadi meminta dengan sangat kepada kapolda Nusa Tenggara Timur yang baru untuk lakukan Evaluasi Kinerja Para Penyidik Bawahnya, oleh karena kinerja para penyidik sudah seharusnya profesional dalam menangani kasus - kasus hukum yang terjadi di NTT.
Nicholay ingatkan bahwa kasus pemotongan uang jasa para tenaga kerja kesehatan sangat tidak manusiawi hal itu masuk klasifikasi pencurian & penggelapan, juga masuk klasifikasi korupsi dan sangat melanggar hak asasi manusia.
Nicholay yang juga praktisi hukum (Advokat) Senior sejak 1994 sampai sekarang sarat dengan berbagai pengalaman dalam menangani berbagai kasus secara nasional maupun internasional, diantaranya kasus pelanggaran HAM Berat Timor Timur pasca referendum 1999, kasus pembunuhan 3 staf UNHCR asal Puertorico di Atambua Belu, kasus penembakan yang menyebabkan kematian Tentara PBB (UNPKF) dan kasus-kasus besar lainnya, seperti human traficking, kasus kejahatan kemanusiaan lainnya, katakan bahwa dalam kasus para oknum kepala puskesmas dan bendahara nakal seperti yg pernah diberitakan terdahulu sudah dikatakan bahwa untuk kasus tersebut tidak bisa penyidik kriminal umum yang menangani kasus tersebut, seharusnya kasus tersebut masuk domain kriminal khusus karena klasifikasimya extra ordinary crime, masuk didalam tindak pidana korupsi dan kejahatan kemanusiaan, apalagi menyangkut uang jasa nakes itu yang asalnya dari APBN, sehingga lebih tepat ditangani oleh penyidik pada Direktorat kriminal khusus bukan penyidik kriminal umum karena tindakan pemotongan uang jasa nakes tersebut dilakukan secara Terstruktur, Sistemik dan Massive oleh oknum-oknum penyelenggara negara/penyelenggara pelayanan publik yang berada dibawah institusi atau instansi pemerintahan, untuk itu dengan rinci dikatakan sudah seharusnya pasal yg patut disangkakan dan atau digunakan adalah pasal dalam tindak pidana korupsi dan pasal kejahatan kemanusiaan, Saya kira hal ini tinggal ada atau tidak political will dan kemauan serta kebijakan dari atasan penyidik ketika penyelidikan telah selesai dan dilakukan gelar perkara untuk dinaikkan kasus tersebut ke penyidikan ketika akan dibuat SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulai Penyidikan) kepada Kejaksaan Negeri, hal tersebut perlu di koordinasikan oleh penyidik kriminal umum limpahkan ke kriminal khusus dengan terlebih dahulu mendapat perhatian serius dari Kapolda dan atasan penyidik lainnya agar kasus tersebut dapat diproses secara hukum berdasarkan prosedur hukum dan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku, apalagi nanti dari laporan informasi bila mau ditingkatkan akan menunggu laporan resmi dari para nakes dan hal ini tentunya akan menemui kendala bila ada ancaman dari oknum kepala puskesmas nakal sehingga para tenaga kesehatan yang dirugikan & menjadi korban akan terintimidasi atau ketakutan bila ada ancaman dari pihak atau oknum tertentu yang merasa terusik karena perbuatan curang dan kejahatan mereka di bongkar oleh para tenaga kesehatan yang dirugikan dan yang mejadi korban, apalagi penyidik dari krimum sudah memeriksa kurang lebih 8 orang saksi dan patut diduga untuk alasan potongan jasa buat akreditasi itu tidak ada dasar hukumnya.
Masih menurut Dr. Nicholay bahwa untuk pra dan akreditasi jelas Anggaran telah disiapkan oleh APBD dan negara, sehingga perlunya diperhatikan dalam juknis kementrian kesehatan jelas sekali jasa nakes dilarang keras untuk di potong atau disunat.
Lebih jauh alumni LEMHANNAS RI-PPSA XVII 2011, alumni Counter Terrorism course FBI-USA dan juga alumnus PDIH-FH.UNS 2018 ini juga mengingatkan bahwa banyak kasus mungkin ribuan kasus dipolresta hanya menjadi catatan berulang bulan dan bahkan bisa berulang tahun, hal ini bila tidak adanya kepastian hukum bagi terlapor kenapa musti disimpan berlama - lama dan petunjuk jaksa P-19 secara berulang dan tidak bisa P-21, seharusnya pihak penyidik kepolisian dapat keluarkan SP3, sehingga masyarakat tidak tercekam dengan status tersangka dan atau terlapor, hal ini bagi masyarakat hidup tidak tentram dan belum lagi saat ini fenomena "Trial by The Press" penghukuman melalui media massa dan medsos berupa tuduhan, fitnahan, cemoohan masyarakat lewat medsos sehingga hak keperdataan seseorang sangat terlanggar.
Menurut Dr. Nicholay Kalau mau jujur ribuan kasus yang ada di kejaksaan negeri sebagai pelaporan dan tidak adanya tindak lanjut hal ini sudah seharusnya kepolisian dan kejaksaan koordinasi dan harus sepakat keluarkan SP3 terhadap kasus - kasus yang tidak bisa ditindak lanjuti bila tidak memenuhi 2 alat bukti yang sah berdasarkan Pasal 184 KUHAP. dan bila tidak terpenuhi unsur pidananya setelah dilakukan gelar perkara pasca penyidikan.
Menurut Dr. Nicholay sangat yakin dengan Kapolda NTT sekarang ini orangnya yang berpengalaman di bidang reserse dan dunia persilatan hukum mampu bersama jajarannya bisa melakukan evaluasi terhadap para penyidiknya di seluruh polres di NTT, dan bila perlu seluruh penyidik harus punya sertifikasi pendidikan kejuruan reserse maupun pendidikan kejuruan intelkam Polri, sehingga dalam tugasnya memahami tupoksinya dan terlebih dari itu masyarakat pencari keadilan dapat diberikan kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan hukum.
(Red)