Foto: Syamsul Thaib (Pengiat Budaya Lembata) |
MATALINENEWS, LEMBATA - Salah satu Dampak dari kekuatan sistem (oligarki) yaitu adanya upaya mengkolonealiasi masyarakat sipil dan mengakibatkan pemerintah Lebih kuat dan melemahnya Kekuatan civil society karena adanya kordinasi secara sistemik antara kekuatan kapitalis dan pemerintah (birokrat).
dengan kata lain masyarakat dibuat tidak berdaya di bawah pengaruh kolaborasi kapital dan pemerintah. hilangnya subtansi Berdemokrasi. itu artinya kedaulatan tidak lagi ada di tangan rakyat.
Oligarki akan lebih berbahaya dari Monarki dan otoritarianisme yang pernah terjadi di masa Suharto. Yang perlu kita ingat bahwa kolonialisme masih berlangsung hingga hari ini jika Oligarki terus berkuasa.
Pilkada Lembata
Wacana bakal calon Bupati Lembata telah ditunggangi oleh oligarki dan kroni-kroninya yang selalu melihat politik secara pragmatis.
Isu mengenai kekuatan modal (uang) turut menjadi konsumsi publik dan cukup meracuni pikiran masyarakat.
Jika narasi uang terus menjadi ukuran dalam menakar pemimpin Lembata maka yang terpilih adalah para kandidat yang disokong oleh para pemodal (kapitalis).
Lembata nantinya hanya akan dikuasai oleh sekelompok orang saja (oligarki) dan pemerintah (birokrat) akan selamnya menjadi kuda tunggangan para pemodal untuk memuaskan kepentingan mereka.
Itu artinya suara masyarakat tidak lagi menjadi keputusan pemerintah dalam membuat kebijakan.
Masyarakat tidak boleh tertipu dengan narasi kotor ini (uang). Kita harus percaya bahwa kekuatan masih ada di tangan rakyat dan rakyat tidk bisa dibelanjakan Suaranya hanya dengan lembar kertas.
Wajah Ganda Oligarki di Pilkada Lembata
Dalam konteks Pilkada Lembata, Oligarki bisa muncul dalam dua wajah. Pertama, mereka bisa muncul secara langsung, sebagai ujung tombak dalam politik praktis. Kedua, mereka bisa bermain sebagai sutradara di belakang layar dan mengusung calon boneka.
Sebagai ujung tombak, mereka akan menampilkan diri sangat merakyat untuk menggoda masyarakat, tapi juga dengan kekuatan finansial yang besar, mereka bisa merebut kursi partai secara instan.
Masyarakat pun dididik untuk berpikir hedonistik tentang politik. Artinya, masyarakat dididik untuk melihat politik sekadar bernilai pragmatis semata bukan untuk idealisme bonum comune.
Karena itu, penting bagi kita untuk melawan narasi yang mengidentikkan politik dengan uang. Narasi kotor seperti ini akan menguntungkan oligarki.
Target mereka adalah masyarakat kecil yang mudah mereka perdayai dengan uang. Tujuan lain, mereka akan membuat masyarakat tetap kecil agar bisa menghamba pada mereka pada momen politik.
Kemudian, sebagai sutradara, oligarki sudah bangun konspirasi politik dengan calon boneka. Maka, hasilnya nanti, oligarki akan berbenturan dengan demokrasi. Oligarki berarti kekuasaan dikendalikan oleh sekelompok elit pemodal sehingga aspirasi masyarakat bukan menjadi penentu arah roda pemerintahan.
Setiap pembangunan mesti memberi keuntungan kepada oligarki. Sebab mereka yang mengendalikan pemerintahan. Calon boneka yang terpilih hanya sekadar nama, tetapi yang mengendalikan adalah oligarki yang ada di belakang.
Konspirasi ini, dibangun sebelum pemilihan umum. Misalnya para oligark, memberi utang materi kepada calon boneka dengan jaminan bahwa setelah berkuasa, para oligark lah yang menjadi pengendali pembangunan demi langgengnya kekuatan ekonomi mereka.
Singkatnya, orientasi pembangunan berpusat pada kepentingan oligarki bukan aspirasi masyarakat.
Oligarki punya karakter egosentris dan merusak. Semua sisi mereka garap untuk kepentingan ekonomi melalui pintu politik praktis. Termasuk, pembangunan yang tidak arif yang bisa melahirkan konflik horizontal antar sesama masyarakat adat di Lembata.
Siapa yang bisa lawan mereka? Pertanyaan ini mesti membangkitkan kesadaran masyarakat Lembata untuk SAMA-SAMA MENGGAUNGKAN NARASI LAWAN OLIGARKI.
Politik bagi mereka adalah bisnis bukan misi untuk kesejahteraan rakyat. Padahal sebenarnya, politik itu kerja kemanusiaan, kerja sosial, dan misi untuk mewujudkan amanat budaya dan Pancasila.
Untuk melawan mereka, kita mesti melihat politik Lembata dalam bingkai kebudayaan dan ekonomi Pancasila, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Artinya, pemimpin tidak boleh berorientasi bisnis, dan membangun aset bisnis di segala sudut Lembata. Karakter gurita seperti ini bertentangan dengan pancasila dan budaya. Pemimpin berarti tugasnya untuk kepentingan rakyat bukan untuk urus bisnis pribadi.
Nah, dari semua bakal calon ini, siapa yang kira-kira berpotensi oligarki? Jika ada potensi oligarki, MARI RAKYAT LEMBATA, KITA LAWAN OLIGARKI agar ekonomi kerakyatan bisa jalan.
“Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri". (Soekarno 1961)
Penulis: Syamsul Thaib (Pengiat Budaya Lembata)