Notification

×

Kekebalan Sosial dan Revitalisasi Penyakit Organisasi Pasca Covid- 19

Selasa, 11 Oktober 2022 | Oktober 11, 2022 WIB

 

martini_dominika_areq_hobamatan

MATALINENEWS.COM | Manusia hidup dengan berbagai beragam bentuk organisasi, mulai dari organisasi keluarga, sahabat, suku, agama, dan budaya. Organisasi intra kampus, dan juga organisasi ekstra kampus. Bahkan ada banyak organisasi yang ditemukan baik yang berasal dari orang-orang kedaerahan yang melangsungkan pendidikan diluar lingkungan, dan organisasi perkotaan bagi orang-orang yang menempatkan dirinya di perkotaan. 


Dan tentunya setiap organisasi yang dibangun memiliki konsep dan indikasinya tersendiri. Tapi dari setiap organisasi yang telah disebutkan, hal yang paling umum untuk terkait dengan daya organisasi itu sendiri adalah, apa yang didapatkan ketika seseorang individu berorganisasi, keuntungan dan kerugian seperti bagaimanakah ketika orang berorganisasi, dan bagaimana menyesuaikan tujuan setiap orang secara individu untuk mewujudkan tujuan dari semua orang yang ada dalam organisasi, dan organisasi itu sendiri. Pertanyaan-pertanyaan yang disebutkan merupakan langkah paling awal pada tiap-tiap iindivid.


Perlu untuk diketahui bersama langkah tersebut adalah, Pertama, apakah orang-orang yang ada dalam organisasi tersebut memiliki tujuan yang sama? kalau jika tidak organisasi itu akan lumpuh dalam proses perkembangan, dan justru menciptakan masalah baru yang sebelumnya tidak ada. yang kedua, adalah memiliki mentalitas kebudayaan yang sama. Dalam arti ini mentalitas adalah sikap hidup dalam bentuk kebiasaan dan pola perilaku yang sama. Orang yang malas dan rajin akan mengalami kesulitan untuk bekerja secara kolektif dan kolegial dalam berorganisasi. 


Dua hal tersebut senada dan seirama dengan apa yang kemudian diungkapkan oleh Ketua Umum Kornelis H. Lolon Rian, (Ketua Umum GALEKA UYELEWUN PERIODE 2022/2023), pada saat diwawancarai oleh saudari Martini Dominika Areq Hobamatan. 

Menurutnya, “Beranjak dari keperihatinan akan dekradasi nilai-nilai kebudayan lokal yang tersaji dalam perilaku dan pola hidup manusia zaman ini, maka beberapa generasi muda Kedang yang sedang mengenyam pendidikan diberbagai Perguruan Tinggi di Kota Kupang, merasa terpanggil untuk mempertahankan kebudayaan Kedang yang syarat dengan nilai-nilai moral dan etika kemanusiaan. Salah satu cara yang ditempuh yakni mengorganisir generasi muda asal Kedang. Dengan satu tujuan mulia yakni membangun persepsi yang sama dan bulatkan tekad demi melestarikan kebudayaan Kedang”. 


Dari apa yang telah diungkapkan oleh Ketua Umum GALEKA UYELEWUN, ini memberikan sebuah tritunggal yang menjadi fokus utama. Pertama, Intelektualitas yang dijadikan sebagai pisau dalam menganalisis kesadaran berfikir dan bertindak. Intelektualitas berkaitan dengan bagaimana seseorang yang ada dalam organisasi senantiasa mengepankan Liberalisasi, dan Transendensi. Bahwa seseorang dalam organisasi seharusnya yang terlebih dahulu dibentuk adalah dari cara berfikir sebelum bertindak. Dan yang kedua, Kulturnitas, bahwa adanya kesadaran dari setiap individu tentang bagaimana melanjutkan kebudayaan, yang telah diturunkan secara turun-temurun agar kebudayaan ini senantiasa membengkak pada setiap diri. dan yang terakhir ketiga, Fraternitas adalah, memperikat dan sekaligus memperkuat persaudaran. Yang dimana setiap orang dalam organisasi menguburkan sifat ras, dan fasis. Karena persatuan akan menghendaki berbeda tetapi dalam persatuan, dan persatuan dalam perbedaan. Karena satu dalam perbedaan, dan berbeda dalam persatuan itulah Indonesia, itulah Kebhinekaan, dan itulah Nusantara. Dan Indonesia, Kebhinekaan, dan Nusantara, telah ada dalam GALEKA UYELEWUN itu sendiri. 


Akan tetapi dengan bertumbuh dan berkembangnya tiap-tiap organisasi, tantangan yang kemudian dihadapi adalah, berkaitan tentang bagaimana setiap orang yang ada dalam organisasi membangun paradigma tentang realitas sosial dan konflik sosial. Tapi, adakah realitas dan juga konflik sosial yang dialami oleh organisasi hari ini. Dilema organisasi yang paling utama adalah berkaitan dengan situasi internal, dan pengabdian terhadap masyarakat miskin kota, dan sekaligus masyarakat miskin desa. Berkaitan dengan hal yang terkait dengan realitas sosial dan konflik sosial memang ada. Yang menjadikan semua organisasi baik yang berasal dari kedaerahan, perkotaan, atau pun sampai organisasi tingkat Nasional mengalami kemandekan yang sangat mengkhwatirkan. Kemandekan dari organisasi bisa membuat pengabdian terhadap kekebalan sosial yang terlihat semakin hari semakin mengalami penurunan baik secara kualitas dan kuantitas. Baik secara politik, agama, budaya, ekonomi, sosial, mendapatkan dampak yang kurang baik semenjak hadirnya covid 19. 


Covid 19 menjadikan setiap organisasi mengalami kemandekan pengabdian secara total. Terhitung mulai dari tidak lagi dirawatnya orang-orang yang mengalami kekurangan gizi, tidak terjaminnya kesehatan, dan lebih-lebih yang paling utama adalah berkaitan dengan pendidikan. Padahal patut kita sadari bersama bahwa kekebalan sosial yang paling menyentuh keseharian masyarakat adalah berkaitan dengan tiga hal yang telah disebutkan (Gizi, Kesehatan, dan Pendidikan). Namun, sebuah organisasi dapat jatuh dan turut serta mengambil bagian dari problematika Covid 19 tersebut. Tiga kelemahan atau penyakit yang kemudian bisa dapat menyerang organisasi itu sendiri adalah.  Pertama, adalah organisasi yang berubah jadi birokrasi. Ketika hal ini terjadi organisasi akan bekerja secara lambat, dan lebih sibuk dengan urusan administrative, daripada mencoba mencapai tujuan dasar dari organisasi itu sendiri. Yang kedua, organisasi semacam ini juga akan mudah jatuh pada tindakan korupsi. Birokrasi dalam organisasi akan membuat sulit kebanyakan orang. Akhirnya, mereka mencari cara untuk bergerak melampui birokrasi tersebut, jika perlu dilakukan dengan cara-cara yang curang. Dan yang ketiga, adalah ketika ia menjadi mesin birokrasi tanpa jiwa, dan kehilangan arah tujuan dasarnya sendiri. 


Nah, agar tiga hal penyakit dalam organisasi tersebut tidak masuk dalam mengambil keuntungan dan kepentingan dalam problematika Covid 19 tersebut, maka bagaimana indepedensi organisasi itu dipertahankan, lebih tepatnya lagi bagaimana GALEKA UYELEWUN menjawab tantangan. Semboyan Nasional untuk menjawab tantangan tersebut dengan “Bhineka Tunggal Ika, Semboyan Pendidikan untuk menjawab tantangan tersebut dengan apa yang dibahasakan oleh Ki Hajar Dewantara “Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani”, lalu apa yang menjadi Semboyan GALEKA UYELEWUN untuk menjaga indepedensi organisasi ditengah Covid 19, maka Semboyannya adalah “Uyung Oneq Mawu Laleng, TubunTara Upal-Upal,Tawun Tara Mawu-Mawu.” Semboyan GALEKA UYELEWUN diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia berarti. Pertama, mempersatukan keinginan. Kedua, Mempersatukan suara hati. Ketiga, Potensi atau kemauan. Dan terakhir yang keEmpat, Ikatan. Dan semboyan inilah yang kemudian menjadi revitalisasi dalam berorganisasi. 


Setelah melakukan wawancara dengan Ketua Umum GALEKA UYELEWUN, yang notabene organisasi ada di Kota Kupang dan orang-orang nya berasal dari kedaerahan. Maka, dipandang perlu untuk mengetahui dinamika gerakan organisasi yang berada ditingkat Nasional, dan memiliki cabang di perkotaan diantara salah satu gerakan organisasi Nasional yang berada di Kota Kupang adalah Front Mahasiswa Nasional (FMN). 


Sumber utama wawancara yang dilakukan adalah bertatap muka langsung dengan Ketua Umum FMN Periode 2017/2018 Orlando Orolaleng. Ada empat hal yang paling penting yang penulis rumuskan sebagai doktrinisasi ketika mewancarai Ketua Umum FMN adalah. Yang pertama, Transformasi dari Elitisme ke Populisme, kedua, Transformasi dari Negara ke Masyarakat, dan ketiga, Transformasi dari Struktur Ke Kkultu, yang terakhir, Transformasi dari Individu ke Massa. 


Dari keempat sumber gerakan transformasi inilah akan sampai pada apa yang kemudian diungkapan oleh Mantan Ketua Umum FMN sebagai penutup wawancara. Tutur Ketua Umum FMN Periode 2017/2018 “Jangan pernah bungkam suara, karena hanya dengan bersuaralah kita mampu membawa perubahan”.


Penulis : Martini Dominika Areq Hobamatan