Notification

×

Gelar FGD, Ada 5 Modus yang Sering Terjadinya PMI Non Prosedural

Senin, 05 Desember 2022 | Desember 05, 2022 WIB

fgd_polda_ntt
Gelar kegiatan FGD kerjasama POLDA dan Stakeholder Ketenagakerjaan Hotel Aston Kupang

KOTA KUPANG
- Gelar kegiatan Focus Group Discussion (FGD) kerjasama Polisi Daerah (Polda)  dan Stakeholder Ketenagakerjaan mengangkat tema Optimalisasi Sinergisitas  Stakeholder Provinsi NTT Guna Penanganan Pekerja Migran Indonesia (PMI) Non Prosedural dalam Rangka Harkamtibnas.


FGD ini bertujuan untuk meningkatkan sinergitas dan kolaborasi antar pemangku kepentingan serta mendapatkan informasi dari Stakeholder terkait tentang program peningkatan kompetensi PMI serta mencegah PMI Non Prosedural, sekaligus sebagai upaya awal guna penjajakan kerjasama/kolaborasi dalam rangka penanganan permasalahan PMI Non Prosedural.  


FGD yang menghadirkan beberapa narasumber dari Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI), Dinas Sosial , Disnakertrans dan Balai Latihan Kerja (BLK) Langgeng Kencana serta pihak Imigrasi bertujuan untuk merumuskan peran serta stake holder di NTT dalam penanganan permasalahan PMI Non Prosedural.


Focus Group Discussion (FGD) dilaksanakan di Aula Hotel Aston, 05/12/22 hari ini.


Pada pembukaan materi FGD Kanwil Imigrasi NTT (Darwanto) menyampaikan bahwa, beberapa kendala tehnis yang ditemui dilapangan baik minimnya pengawasan dari Imigrasi , modus operandi yang beragam , belum optimalnya pengawasan pada jalur masuk keluar di daerah potensial menjadi contoh faktor – faktor yang besarnya angka praktek PMI Non Prosedural.


Selain itu juga SIWA, SE selaku Kepala UPTD BP3MI memaparkan pola pencegahan yang telah dilakukan oleh Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) selaku stakeholder yang berperan dalam proses penanganan dan penempatan PMI asal Indonesia.


"Maka diperlukan peningkatan  sinergitas dan kolaborasi antar Kementerian/ lembaga sesuai dengan kewenangan dalam rangka meningkatkan kompetensi  Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) yang terampil dan professional.


Kesempatan yang sama, Kepala BLK Langgeng Kencana Maria Felisitas yang kerap disapa Elis, menuturkan beberapa pengalaman penanganan PMI baik prosedural dimana pada umumnya dengan tingkat SDM dan pendidikan yang pas- pasan dan diimingi ekspektasi yang besar kepada CPMI, sebagian besar tidak memahami prosedural dan aturan untuk menjadi PMI dan bekerja di Luar Negeri. Hal tersebutlah yang menjadikan celah besar terjadinya praktek – praktek pengiriman PMI Non Prosedural di NTT, selain adanya keterlbatan oknum – oknum yang ingin meraih keuntungan besar dalam praktek pengiriman PMI Non Prosedural.


Permasalahan yang diangkat oleh Dinas Sosial dan Nakertrans NTT, lanjut Elis, dimana PMI merupakan  permasalahan klasik NTT yang masih menjadi masalah primer di NTT, sehingga selaku instansi pemerintah terus melaksanakan kegiatan sosialisasi dan bertanggung jawab apabila terjadi permasalahan – permasalahan PMI yang terjadi di NTT.


"Pemerintah tidak tinggal diam apabila permsalahan itu terjadi walaupun langkah di NTT," tegas Elis


Turut hadir dalam FGD tersebut salah satu mantan PMI Non Prosedural an Elsa yang merupakan warga Sumlili Kecamatan Kupang Barat Kabupaten Kupang menceritakan,  pengalaman pribadi nya yang menjadi PMI Non Prosedural hingga di tahan Kepolisian Diraja Malaysia.


FGD yang dipandu oleh Dosen Muhammadiyah Kupang (Amir Kiwang,S.Sos.,M.Si) ini menghasilkan 5 poin kesimpulan 


Terjadinya PMI Non Prosedural, ada 5 Modus yang sering di lakukan yakni :


1).PMI  ilegal yang direkrut secara ilegal melalui para calo;


2).PMI legal, berangkat secara prosedural, tetapi setelah di negara penempatan melarikan diri dari tempatnya bekerja sehingga menjadi illegal;


3).PMI legal namun setelah di negara penempatan terlibat kasus criminal; 


4).PMI berangkat secara produral tetapi saat memperpanjang kontrak tidak melalui prosedur sehingga menjadi illegal;


5).PMI yang memiliki track record tidak bagus, sudah diblack list negara penempatan, tetapi mencari banyak cara untuk berangkat secara non prosedural.


Jika kelima Modus tersebut akan berlanjut maka terjadinya  Zero Unprosedural PMI, hal tersebut menjadi atensi oleh seluruh pemangku kepentingan/  stakeholder untuk terus melakukan edukasi masif kepada masyarakat tentang bekerja di luar negeri untuk memutus mata rantai terjadinya PMI Non Prosedural.


Dalam penanganan PMI menjadi tugas lintas sektoral. Kuncinya adalah kolaborasi dalam mengedukasi dan mendesiminasi warga agar bisa mengakses kesempatan kerja luar negeri secara benar dan prosedural. 


Harus ada kolaborasi yang kuat antara Disnaker Provinsi dan Kabupaten Kota, hingga desa dan dusun, melibatkan stakehorlder terkait, seperti BP3MI, TNI- Polri, Dinas Sosial, Imigrasi dan LSM yang konsen terhadap buruh migran Indonesia.


Mencegah terjadinya kasus PMI non prosedural, pemerintah harus hadir agar secara masif memberikan informasi dan edukasi tentang bekerja di luar negeri kepada masyarakat yang baik sesuai dgn prosedural


Peran  BP3MI agar terus berkoordinasi dan sosialisasi dengan instansi pemerintah maupun dengan LSM (Pemerhati Migran) untuk mengedukasi masyarakat agar bermigrasi dengan aman. Selain itu, BP3MI juga berkoordinasi dengan pemerintah desa untuk memberikan informasi daftar P3MI (Perusahan Penempatan Pekerja Migran Indonesia) yang memiliki ijin dan memiliki job order.


Dalam meningkatkan mutu PMI harus  meningkatkan mutu pelatihan bagi CPMI ( Calon Pekerja Migran Indonesia) untuk memperoleh skill yang baik sehingga tidak mengalami masalah ketika di Negara penempatan.


Peran serta tokoh agama, tokoh masyarakat dan stakeholders lainnya sangat penting agar bisa meyakinkan masyarakat terutama ibu- ibu agar tidak bekerja ke luar negeri secara unprosedural.


Tingginya angka kematian bagi PMI non prosedural asal NTT adalah tanggung jawab kita bersama karena minimnya pengawasan oleh stakeholder yang berkepentingan,  sehingga oknum yang merekrut secara unprosedural dengan semena- mena melancarkan aksinya. Maka dampak dari itu PMI Non Prosedural yang berkerja di Negara tujuan di perlakukan tidak manusiawi oleh majikan yang berujung mempertaruhkan nyawa para Pekerja Migran. 


Pemberdayaan sumber daya manusia terkhusus bagi Migran yang masih Produktiif agar tidak berpikiran instans untuk bekerja keluar Negeri, namun Pemerintah mencari solusi untuk mengembangkan bakat dan potensi yang dimiliki dengan tujuan mengurangi angka Migran dan lebih difokuskan dalam pengelolaan sumber daya alam yang ada sebagai bahan dasar ekonomi.


Pada akhir kegiatan FGD tersebut Nara Sumber dan peserta FGD membuat testimoni Cegah dan Lawan Tindak Pidana Perdagangan orang dan Praktek PMI Non Prosedural Wilayah Provinsi NTT serta berkomitmen akan melakukan pengawasan secara berkesinambungan dengan stakeholder terkait dalam rangka mencari solusi dan memerangi praktek Unprosedural PMI. (*/Red)