Notification

×

Konsepsi Orang Kedang terhadap Delapan Tipologi Pembangunan Desa

Sabtu, 25 Februari 2023 | Februari 25, 2023 WIB

dahlan_daud
Penulis: Dahlan Daud (Lamen Tiri Wala aaman Lawetoda)

MATALINENEWS.COM
-- Membasahi kampung halaman dengan keringat sendiri adalah penggalan kalimat dari lirik lagu berjudul “Desaku” yang dilantunkan oleh Ebit G. Ade. Sesungguhnya menjadi spirit tersendiri bagi kita bahwa betapa berada di desa bisa menjadi hal yang kerap dirindukan dan menjadi tujuan menyenangkan bagi siapa saja.


Bagi sebagian orang, desa merupakan rumah. Di sanalah mereka berasal. Lahir dan dibesarkan. Meski harus keluar menuju perantauan mencari pekerjaan dan mencari ilmu, pada akhirnya mereka akan kembali pulang ke desa, ke rumah yang dirindukan.



Bagi sebagian yang lainnya lagi, desa memberikan efek menenangkan. Ketika kita lelah, stres, dan kewalahan oleh kebisingan dan polusi kota, kehidupan pedesaan menjadi satu-satunya jenis 'surga' yang tersedia bagi orang-orang yang mencari kedamaian, ketenangan, keindahan, dan harmoni.


Untuk simpati yang menyenangkan, untuk puisi, untuk pekerjaan, untuk perasaan dan ekspresi orisinal, untuk persahabatan yang sempurna dengan teman - beri aku pedesaan."(D. H. Lawrence)


Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mengakui adanya kewenangan desa berdasarkan hak asal usul dan lokal berskala desa. Hal tersebut ditetapkan pada Pasal 19 huruf a dan b.


Meski tengah diupayakan untuk diamandemen, UU Desa juga menetapkan bahwa desa dapat mengatur dan mengurus bagaimana proses pelaksanaan kewenangan yang berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa. Sedangkan untuk kewenangan yang ditugaskan, desa berwenang untuk mengurus saja. Dalam hal ini institusi Desa yang dipimpin oleh seorang Kepala Desa telah digariskan tugas nya sesuai Permendagri 67 tahun 2017 pasl 1 ayat 4: 


“Kepala Desa atau sebutan lain adalah pejabat pemerintah Desa yang mempunyai wewenang, tugas dan kewajiban untuk menyelenggarakan rumah tangga Desanya dan melaksanakan tugas dari pemerintah dan pemerintah daerah.



Instrumen yang cukup menyita fokus perhatian ini, telah dielaborasi ke dalam konsep pembangunan Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat Desa agar sebisa mungkin memanfaatkan Dana Desa (DDs)  yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sesuai prioritas dan arah kebijakan pembangunan nasional.


Arah kebijakan pembangunan nasional yang difokuskan pada percepatan pembangunan secara berkelanjutan, dewasa ini dikenal dengan sebutan Sustainable Develompent Goals (SDGs), terdapat 18 proyek pembangunan yang harus diarahkan agar pemerataan pembangunan dapat terjawab. Hal ini, untuk percepatan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan selanjutnya dibrigdawn menjadi 8 tipologi Pembangunan Desa. SDGs (Sustainable Development Goal ) Desa merupakan upaya terpadu mewujudkan Desa tanpa kemiskinan dan kelaparan, Desa ekonomi tumbuh merata, Desa peduli kesehatan, Desa peduli lingkungan, Desa peduli pendidikan, Desa ramah perempuan, Desa berjejaring, dan Desa tanggap budaya.


Penulis ingin menguraikan 8 tiopologi pembangunan untuk percepatan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dimaksud kemudian dikonversi menjadi konsepsi adat kedang (sebuah suku di bagian timur kabupaten Lembata-NTT) untuk dijadikan sandaran dalam mengelaborasi implementasi kewenangan lokal bersakala Desa bagi 42 Desa dan seluruh masyarakat yang berada di wilayah kedang (gunung Uyolewun), selain sebagai Acuan untuk perumusan Rencana Kerja dan acuan utama pengalokasian Anggaran Dana Desa di wilayah kedang wela iili kole watan tahiq buel.


Tipologi Pertama, Desa tanpa kemisikinan dan kelaparan  (SDGs Desa 1 dan SDGs Desa 2). Tipologi ini menggambarkan berupaya Mengakhiri Kemiskinan Dalam Segala Bentuk di Manapun, termasuk di Desa. Tentu saja, ini adalah langkah besar yang perlu dukungan dari berbagai pihak. Sedangkan Desa tanpa Kelaparan merupakan upaya Menghilangkan Kelaparan, Mencapai Ketahanan Pangan dan Gizi yang Baik, serta Meningkatkan Pertanian Berkelanjutan, termasuk di Desa. Daerah Kedang sudah memiliki konsepsi yang sangat relevan yakni dikenal dengan sebuah kalimat “Paro Botin baq wowo, topeq hobel birang pataq."


Tipologi kedua, Pertumbuhan ekonomi Desa Merata, (SDGs Desa 8, SDGs Desa 9, SDGs Desa 10 dan SDGs Desa 12). Pertumbuhan ekonomi yang disertai pemerataan hasil pembangunan menjadi target utama tujuan SDGs Desa ini, di antaranya dengan cara menciptakan lapangan kerja yang layak, serta membuka peluang ekonomi baru bagi semua warga desa. Indikator keberhasilan tujuan ini mencakup terserapnya angkatan kerja dalam lapangan kerja; terlaksananya padat karya tunai desa yang mampu menyerap 50 persen angkatan kerja desa; tempat kerja yang memberikan rasa aman dan dilengkapi dengan fasilitas layanan kesehatan. Upaya pemerataan ini, orang kedang telah menerapkan konsepsi pemerataan pembangunan ekonomi ini berupa "Oola ka paiq min, oola mura paiq were, beq wela iili kole watan tahiq buel"


Tipologi ketiga, Desa Peduli Kesehatan (SDGs Desa 3, SDGs Desa 6 dan SDGs Desa 11) target yang ingin dicapai pada tipologi ini adalah menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong kesejahteraan bagi semua orang di segala usia di Desa, Gerakan ini orang Kedang sudah mengimplementasikan dengan konsepsi "Tuo moleng kara laen, balo laen laeq lenge, oteq lolondolor, wau bare hange,  nema ritiq tawe, ebo nema rei gere."



Tipologi keempat, Desa Peduli Lingkungan (SDGs Desa 7, SDGs Desa 13, SDGs Desa 14 dan SDGs Desa 15) sasaran tipologi ini diupayakan agar pembangunan desa dapat diarahkan melakukan inovasi percepatan pebangunan dalam bentuk memiliki energi bersih dan terbarukan, tanggap terhadap perubahan iklim, peduli terhadap lingkungan laut dan lingkungan darat. Orang kedang dengan ketegasan dalam sebuah konsep pelarangan “Puting kara paq beu, iireng kara hewaq liang."



Tipologi kelima, Desa Peduli Pendidikan, (SDGs Desa 4) tujuan tipologi desa ini diarahkan agar pembangunan desa dapat mewujudkan pendidikan desa yang berkualitas. Konteks ini, orang kedang telah  mengimplementasikan dalam bentuk formal maupun non formal berupa "kaa tuben min hoing, tuben nore huraq suraq, hoing nore basa aaran



Tipoligi Keenam, Desa Ramah Perempuan, (SDGs Desa 5) Maksud dari ramah perempuan itu sendiri ialah desa yang mampu memberikan rasa aman, tidak membeda-bedakan gender, serta memberikan kesempatan lebih banyak perempuan untuk dapat berkarya. Untuk mengangkat harkat dan martabat perempuan di kampung, orang kedang menerapkan dalam sebuah konsep “ebe tebeq nobol kole, areq pae lakan buel."



Tipologi Ketujuh, Desa Berjejaring (SDGs Desa 17), untuk mencapai tipologi ke tujuh ini, semua sektor di Desa perlu diperbaiki dengan memanfaatkan teknologi dan pengetahuan untuk menciptakan inovasi. Setiap desa perlu melakukan kebijakan yang terorganisir dan terkoordinir khususnya dengan supra desa, perguruan tinggi maupun dengan dunia usaha. Untuk mengukur tercapainya tujuan ini, digunakan beberapa indikator capaian, di antaranya: keberadaan dan bentuk kerja sama desa dengan pihak ketiga; ketersediaan jaringan internet di desa; statistik desa serta komoditas dan aktivitas ekspor oleh desa. Konsep ini orang Kedang menerapkannya dalam bentuk “doa hoing dehiq ata, lei lawa apiq kedeng."



Tipologi kedelapan, Desa Tanggap Budaya (SDGs Desa 16 dan SDGs Desa 18) Penerapan Tipologi ini diharapkan agar terwujudnya Desa damai berkeadilan dan menciptakan kelembagaan Desa yang dinamis dan Budaya Desa adaptif. Orang kedang mengenalnya dalam prinsip “iingaq nute tauq toyeq, puring ling barang lei, puring nunu barang wowo."



Akhirnya penulis mengakhiri tulisan ini dengan sebuah mimpi besar orang kedang dalam sebuah konsep keutuhan, kebersamaan dan cinta kasih berupa


"Toyeq bitiq leu - nute batong awuq; tutuq tubun upal - teheq tawun mawu, oola ongon tedaq - laq balan tadur; bakoq awuq ka’ar – koroq leuq bitur; nerung suku pitu – noreq lelang leme; budi ka uuda – aadaq min doha; toyeq iihin weren – teheq laong latoq; laren mawang bubuq – laha a-pe taba."


Penulis: Dahlan Daud (Lamen Tiri Wala aaman Lawetoda)