Notification

×

Figur Aktivis Dalam Bursa Pilkada Alor, Warna Anak Muda Ditengah Orang Tua

Kamis, 09 Maret 2023 | Maret 09, 2023 WIB

fathur_dopong
Penulis: Hamid Nasrudin Anas, S.H / Aktivis Pantar Barat Laut (Dok. Istimewah)
MATALINENEWS.COM-- Pilkada adalah ambang batas kekuasaan legislative’ dalam lapisan treraposer orang tua/ pemain lama kalangan muda diberi ruang untuk bertanding harusnya, momok ini sering kita temui dalam selapanan pilkada. Semua lapisan diskurusus politik, hukum, ekonomi, humaniora, adalah makanan bersama bagi Negara demokrasi, teori ini mesti direparasikan pada kelompok muda, sebab hanya lambung dan usus produktiflah yang mampu mereproduksi kebijkaan kebijakan yang sehat.


Kondisi sosial serta konsekuensi kebijakan yang lemah substansi dan kurang mengenai titik dasar kesejahtraan telah kita rasakan dalam beberapa periode legislative yang diisi oleh orang-orang tua padahal sebenarnya tidak produktif lagi dalam merespon dan mengelola kebijakan pro rakayat kelaster partai tua hingga yang paling muda belum betul- betul mengambil peran dalam merestorasi bangunan lama yang hampir usang, teori ini dapat kita temukan dalam wahana pencalekan figure-figure tua yang terus menerus mempromosikan elektabilitas.


Sejarah kita menuliskan nama besar anak muda diatas panggung pergulatan politik kenusantaraan, peran ini mesti terus diteluri oleh partai politik dalam mengisi posisi eksekutif, legislative, hingga yudikatif munculnya tokoh-tokoh muda dalam mengambil kepemimpinan partai adalah jalan terang menuju Indonesia emas.


Sebagai upaaya untuk memperbaiki kualitas dan kapabilitias pemangku kebijakan. Prespektif ambang batas kekuasaan orangtua ini mesti digelorakan secara aktif sebagai upaya perbaikan konsetuen muda, dewasa ini yang dimaksudkan adalah pemilih muda mesti ditarik kembali pada jalurnya, bukan untuk menciptakan keterbelahan tetapi untuk menghidupkan kembali pendidikan politik kerakyatan.


Yang dimaksutkan bukan orang orang tua tidak layak memberi pendidikan poltik tetapi memberi kepercayaan pada anak muda untuk mengadruing pendidikan poltik dengan takaran rasuional dan masuk akal.


Pada paragraf kedua penulis berusaha menjelaskan posisinya sebgai generasi muda dalam melihat kalaster poltik muda, pandangan ini dibagi menjadi beberapa bagian yakini kondisi anak muda dalam bursa politik pilkada, peran anak muda dalam mengisi panggung bersama yang disediakan oleh demokrasi, figure yang sudah harus didorong sebagai representative anak muda pada konstalais pilkada 2024.


Untuk melihat kondisi geopolitik kita, saya hendak memulainya dengan satu peristilahan, “kita bukan daun yang akan gugur sebentar lagi, kita adalah akar serabut yang akan menjalar seribu purnama lamanya” kalimat ini dimotri oleh anak muda pada suatu pergultan politik kebangsaan. Sebagai teseis antitesi tulisan ini dimaksudkan untuk menyadarkan basis anak muda dalam mengisi ruang ruang demokratisasi.


Kondisi anak muda dalam bursa politik kita selalu diwarnai dengan berbagai varian entitas, mulai dari kalter poltik oligarki, poltik dinasti, hingga poltik identitas.


Dewasa ini kondisi poltik dinasti dan kalter politk oligarki selalu menjadi varian yang terus mewarnai politik Indonesia, dua varian ini menjadi tantangan politik anak muda sebut saja politk dinasti warna politik ini selalu menjadi wabah yang terus dihadapi kalangan muda kendati ada kehendak kuasa yang dinafasi kalangan tua secara konsisten.  


Anak muda selalu dilektakkan pada bagian giliran atau kloter yang dinomor duakan atau dengan kalimat kosong “belum cukup pengalaman” narasi lemah substansi ini sering diteriaki oleh kalangan tua.  Narasi ini kalau ditelusuri lebih dalam, kita akan menemukan arogansi para dedengod tua yang hendak mengeserkan posisi anak muda yang sejak awal diberikan oleh demokrasi. 


Demokrasi menjamin kalangan muda dalam panggung panggung politik, bahkan lebih jau dari itu demokrasi sebagi teori didalam Negara kesatuan repoblik selalu diistilahkan sebagai buah. Dalam pandangan yang rasional hanya lambung yang dimiliki anak mudalah yang mampu mereproduksi buah demokrasi, mungkin sekali bahwa anak muda justru yang mesti menduduki barisan terdepan dalam mengisi demokrasi. 


Kepekaan anak muda mesti lebih dipertajam dalam konsentarasi kesejahtraan sosial agar perolehan posoisi yang dimiliki kaum muda dimanfaatkan dengan takaran produktif, kehendak ini sejak awal dinafasi Soekarno muda dalam memimpin revolusi juga diilhami sosok pendiri partai amanat nasional PAN pada periode awal reformasi Amin Rais sebagai tokoh kalangan muda dalam menentang orde baru, kepemimpinan otoriter ala Soeharto genealogi ini harusnya menjadi pembulu darah generasi muda pada kontestasi pilitik kekinian.


Sebagian kita mungkin sepakat bahawa konsekuensi globalisasi membawa kondisi anak mudah jauh dari prinsip yang mesti diilhaminya, literature kita sebenarnya secara jelas memberi agent of trust (kepercayaan) rakyat terhadap anak muda untuk mengambil posisi agent of change (perubahan) posisi ini mesti meletakkan prespektif anak muda pada sentaral agent of control (mengawal jalannya kondisi sosial, kebijkan,sosial, dan penalaran sosial).


Figure yang sudah harus didorong sebagai representatif anak muda penulis hendak meberi pandangan yang sifatnya opsioanl, sekaligus rekondasi figure yang mesti sama sama diperjuangkan oleh kalangan muda.


 Tata Fathur Dopong,S.Pd tokoh aktivis mahasiswa yang termasyur pada masanya, sejak awal saya menapaktilasi dunia kampus hingga tumbuh dan besar pada satu organisasi kemahasiswaan yang sama dengan beliau.

 

Sosok Tata Fatur kerap jadi motifator juga patron generasi yang lahir setelahnya periode 2013 silam sebagai anak daerah yang lahir di pulau kecil bagian Pantar Barat, Tata Fatur mengawali karirnnya menjadi mahasiwa sejak awal tahun 2013 hingga wisudah dengan predikat lulusan terbaik ditahun 2017 pada Universitas Muhammadiyah Kupang.


Hampir tujuh generasi setalahnya menjadi tanggung jawab moril beliau, sebagi kader Alor yang berporoses di Kota Kupang adalah pilihan Nya dalam memperbaiki kualutas diri dan mengharumkan nama baik keluarga hinggah dareah dan kampung halamnya Pulau Kura.


Saya menjadi saksi atas dedikasi tata Fatur pada misi pendidikan generasi Alor Pantar di Kota Kupang.  Sosok Tata Fatur terbilang sangat berjasa pada peroses saya sejak awal memilih mengasah diri pada ruang ruang akvisi, kedermawanan juga kecendikiwan, sosok Tata Fatur melampaui posisi sukralisnya sebagai kader Baranusa sebab didikan didikanya menebar hingga berdampak pada separoh kader kader asal Pantar secara keseluruhan. 


Predikat “ Tata” kami sematkan sebagai simbol kaka, abang, kanda, juga orang tua yang terus memberi manfaat pada generasi setelahnya. 


Berprofesi sebagai guru sejak lulus ditahun 20017 di SMK 6 Kota Kupang, guru honorer pada SD Muhammadiyah II Kota Kupang adalah jalan awal menitih karir, sebelum beliau memutuskan untuk mengambil bagian dalam plitik praktis dengan meleburkan misi dan ide politiknya pada partai bersimbol matahari di tahun 2020. 


Putera kelahiran 1993 di pulau kecil itu akhrinya kembali pada jalan perjuanganya sejak awal 2013, korelasi dengan apa yang dicita- citakan dalam fatwa- fatwa intelektualnya pada generasi setalahnya, sebagian besar dari kita yang membaca tulisan kecil ini mungkin menjadi bagian dari apa yang beliau cita citakan pada orientasi organisasi kemahaiswaan dan kepemudaan, mulai dari control sosial, evaluasi kebijakan yang tidak pro rakyat miskin adalah agenda aktif yang terus disuarakan Tata Fatur. 


Satu contoh misalkan, baru baru ini masyarakat Pantar dirumitkan dengan diluncurkannya Pergub Nomor 39 tahun 2022 sebagai kader Pantar yang juga memiliki media online Tata Fatur aktif menyuarakan protesnya terhadap kebijakan yang tidak pro rakyat Pantar itu. PAN sebagai partai yang disampani Tata Fatur, langkah awal dalam mengembalikan apa yang telah diperjuangkan sejak lama opsi ide ini dianggap penting dalam memperjuangkan kesejahteraan rakyat daerahnya. 


Orientasi politik ini diupayakan tidak hanya sekedar ujuk gigi, tetapi ingin mengembalikan sepirit anak muda yang sudah kita bicarakan sebelumnya, agar kembali pada ruh awalnya sebagai tongkat estafet kepemimpinan.  Selama genearasi muda masi apatis (acu tak acu) maka bersiaplah menerima keterbelakangan oleh kebijkan yang ditelurui legislator yang tidak produktif dan tidak pro rakyat kecil.


Pada bagian terakir sekaligus sebagai upaya untuk mengembalikan sepirit “ To haila to ga aung, onong tou danga alang” frasa leluhur yang penuh satar persatuan juga prespektif falsafah persatuan rakyat Pantar mengambil kembali politik dari tangan dan kuasa orang tua sebagai misi bersama, pengejawantaan persatuan kekuatan politik anak muda ini tidak hanya memberi simbol kekuatan, tetapi lebih jauh dari itu adalah simbol persatuan sebagai alat untuk mendidik rakyat. 


Merebut kekuasaan dengan pendekatan rasional, lalu dikendalikan dengan gagasan, dan direalisasikan pada sepenuh-penuhnya untuk rakyat. 


Penulis: Hamid Nasrudin Anas, S.H (Aktivis Pantar Barat Laut)