Notification

×

Melabuhkan Harapan di Pundak Muhammadiyah NTT (Catatan jelang ‘pemilu’ Persyarikatan di Ende)

Selasa, 14 Maret 2023 | Maret 14, 2023 WIB

baharudin_hamzah
Penulis: Baharudin Hamzah, M.Si (Aktivis Angkatan Muda Muhammadiyah NTT, Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah  Kota Kupang 2017

MATALINENEWS.COM
-- Persyarikatan Muhammadiyah Nusa Tenggara Timur  segera menggelar ‘pemilu’ persyarikatan. Forum permusyawaratan tertinggi di level Provinsi yang lazim disebut Musyawarah wilayah (Musywil) Ke- 8 itu, akan dilangsungkan di Kota Ende mulai 17-19 Maret 2023. Pesta demokrasi persyarikatan lima tahunan ini sebenarnya sudah digelar 2021, namun kondisi bencana non alam pandemi Covid 19 yang menelan korban  jiwa anak negeri, memporak porandakan sendi perekonomian dan relasi sosial dalam kurun waktu yang panjang sehingga tertunda.  


Secara internal Pandemi Covid 19 telah menganggu siklus dan masa kepemimpinan di Muhammadiyah yang mestinya lima tahun, kemudian berubah dari sisi waktu akhir masa berkhidmatnya. Kondisi demikian memaksa pimpinan pusat Muhammadiyah melakukan semacam  ‘diskresi’ untuk memperpanjang masa jabatan organisasi di semua tingkatan.   Pada gilirannya seluruh agenda konsolidasi organisasi dalam wujud permusyawaratan di tubuh persyarikatan Muhammadiyah mengalami pergeseran. baik di level regional, maupun nasional, termasuk Muktamar dan Musywil pada  level provinsi. Musyawarah daerah di tingkat kabupaten/Kota, cabang sampai ke organisasi  ranting.  


Musyawarah wilayah, bukan sekadar forum ritual rutin Muhammadiyah, dimana warga persyarikatan berkumpul dan menjatuhkan pilihan terhadap figur-figur pimpinan Muhammadiyah yang baru, namun musywil hendaknya dposisikan sebagai forum terpenting warga Muhammadiyah mempercakapkan berbagai capaian yang telah diraih dan berbagai tantangan, hambatan serta kendala yang dialami selama mengayuh biduk organisasi satu periode. Dalam bahasa yang sederhana, Musywil menjadi forum untuk merefleksikan masa lalu untuk perbaikan, melihat realitas hari ini dan merencakan masa depan. Forum Muswil penting juga menjadi arena disksusi, sekaligus  tukar tambah gagasan pemikiran brilian demi  keberlanjutan gerakan dakwah amar ma’rif nahi mungkar, sekaligus gerakan islam yang berkemajuan, yang menyemaikan benih-benih kebenaran, kebaikan dan kedamaian, keadilan sosial, kemaslahatan, kemakmuran serta keutamaan secara dinamis bagi seluruh umat manusia di Flobamorata tercinta ini.  


Sebagai forum permusyawaratan tertinggi di level Provinsi, momentum  musyawarah wilayah Muhammadiyah kali ini memiliki nilai historis. pilihan pelaksanaan di Ende sebagai kota Pancasila yang memiliki nilai sejarah panjang  terutama bagi seorang Bung Karno, founding father, sang proklamator dan juga Presiden Republik Indonesia pertama, yang tak lain adalah warga persyarikatan Muhammadiyah. Seperti dituturkan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof. Dr. Haedar Nasir dihadapan Megawati Sekarno Putri, Presiden Jokowi dan sejumlah menteri kabinet yang hadir dalam acara penutupan Muktamar Pemuda Muhammadiyah diBbalikpapan Kalimantan Timur akhir Pebruari 2023 yang lalu.


Bung Karno  menurut Haidar, memilih KH.Ahmad Dahlan sebagai guru spiritual, sekaligus guru intelektualnya ketika pertama kali bertemu di rumah HOS Cokro Aminoto di Surabaya dalam usianya yang masih 18 tahun. Bagi Bung Karno, pilihan menjadi warga Muhammadiyah karena nilai-niai islam yang dianut  Muhamammadiyah adalah islam  yang progresif dan islam yang berkemajuan. Bung Karno secara lugas diungkapkan Prof Haedar, tercatat menjadi warga Muhammadiyah adalah anggota resmi Muhammadiyah sejak tahun 1938-1942 di Bengkulu dan  menjadi pimpinan Majelis Pendidikan dan Pengajaran Muhammadiyah. 

Tak hanya Bung Karno, istri sang proklamator ibu Fatmawati, penjahit bendera merah putih pun diungkapkan Haedar, tak lain adalah  putri Hasan Din, tokoh dan konsultan Muhammadiyah Bengkulu, aktivis Nasyiatul Aisyiah.  Bahkan  pada tanggal 4 Januari 1946 saat ibukota Negara Indonesia pindah sementara ke Yogjakarta,  Bung Karno mengundang  tokoh-tokoh  pimpinan pusat Aisyyah ke istana gedung agung  Yogjakarta dan menyampaikan agar ibu Fatmawati diajak kembali  untuk  aktif  di Aisiyah. Itulah jejak historis yang terus berlangsung hingga saat ini sebagai inspirasi bagi warga Muhammadiyah, terutama kaum muda Muhammadiyah yang mewariskan perjuangan ini.

Karena itu, momentum Musywil Muhammadiyah Ke-8 di Ende, mesti dijadikan momentum strategis, untuk memperbincangkan masa depan Muhammadiyah di NTT, agar semangat islam berkemajuan hendaknya terus menggelora di dalam jiwa setiap warga Muhammadiyah, serta menjadi tauladan dalam perjuangan. Selain merefleksikan konsistensi perjuangan para tokoh Muhammadiyah seperti Bung Karno sebagai sumber inspirasi dalam menggerakan dakwah amar ma’ruf  nahi munkar. Sosok Bung Karno sebagai warga Muhammadiyah adalah kompas moral, tentang  bagaimana komitmen perjuangan, konsistensi antara kata dan perbuatan, serta ketauladanan kader Muhammadiyah dalam perjuangan. Sebagai kader Muhammadiyah harus siap mewakafkan dirinya, merelakan waktu dan kesempatannya untuk persyarikatan, ummat dan bangsa dimana dan kapan saja.  


Momentum Musywil juga menjadi strategis untuk mendialogkan dan merumuskan berbagai program dan kebijakan stategis organisasi untuk lima tahun kedepan. Setelah merefleksikan perjalanan ‘kapal’ besar persyarikatan selama 7 tahun ini. Bahkan dalam setiap Musyawarah, selalu terbetik harapan baru dan cita-cita  yang harus diperbincangkan secara serius, kemudian menjadi nyata dalam program dan kegiatan lima tahun kedepan  dalam agenda Musywil Muhammadiyah di Ende.  Sebagai warga Muhammadiyah di NTT, sejumlah harapan  dilabuhkan  di pundak pimpinan Muhammadiyah NTT terpilih kedepan.Beberapa catatan kritis sekaligus menjadi harapan bsesama untuk masa depan Muhammadiyah di NTT. 


Pertama, pendidikan unggul. Muhammadiyah sebagai organisasi kemasyarakatan yang menjadikan  pendidikan sebagai lokomotif, untuk menggerakan dakwah, maka pendidikan harus menjadi sentral dalam mengembagkan pendidikan yang berkualitas di NTT. Memberdayakan majelis pendidikan secara berjenjang, agar  pendidikan Muhammadiyah mampu menciptakan pusat-pusat keunggulan yang tidak dimiliki lembaga lain. Hanya dengan pendidikan yang unggul, amal usaha Muhammadiyah di NTT dapat berkembang maju bersaing dengan lembaga pendidikan swasta yang lain. Potret pendidikan Muhammadiyah di NTT hari-hari ini harus diakui,sedang tidak baik-baik saja.


 Gagasan-gagasan besar  untuk menjadikan sekolah Muhammadiyah yang unggul agar mampu bersaing di kancah lokal NTT,  masih sebatas jargon dan ide-ide besar yang menyelinap di kepala para pimpinan amal usaha Muhammadiyah. Ide sekolah unggulan, masih menjadi ‘kreativitas’ dan diskresi mandiri para pimpinan  sekolah Muhammadiyah. Belum dan tidak pernah menjadi agenda besar organisasi di level pimpinan wilayah setidaknya dalam kurun waktu tujuh tahun ini. Majelis pendidikan lebih berperan dalam urusan-urusan pragmatis, dan kasuistis seperti pengangkatan dan pemberhentian Kepala Sekolah.  Padahal sadar atau tidak, sekolah unggulan saat ini menjadi ‘magnet’ bagi orangtua, berapapun biayanya, sejauh mana jaraknya tak jadi masalah. yang paling penting adalah anak-anak mereka di didik menjadi insan yang cerdas, sholeh, sholehah, hafidz dan hafidzah, berakhlakul karimah serta menguasai teknologi. Artinya ada keseimbangan antara kemampuan spiritual dan kemampuan intelektual. Sekolah unggulan Muhammadyah di NTT masih sangat berprospek menjanjikan kedepan. Apalagi Muhammadiyah yang memiliki jaringan amal usaha terbesar secara nasional, tentu tidaklah sulit untuk segera bergerak membangun relasi, baik antar wilayah, maupun dengan pimpinan pusat Muhammadiyah.      

 

 Dalam perspektif sumberdaya manusia melalui pendidikan formal, Muhammadiyah di NTT dalam ziarah panjangnya telah memberikan sumbangan yang nyata bagi pembangunan di NTT. Baik melalui pendidikan usia dini, pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan tinggi. juga dibidang kesehatan. Dengan memproduksi lulusan, terutama di perguruan tinggi Muhammadiyah telah mencetak ratusan ribu  alumninya dari berbagai latar belakang  pendidikan, etnik, suku dan agama, yang  saat ini tersebar di berbagai pelosok di NTT bahkan Indonesia dan berkontribusi secara nyata di semua sektor. Terutama di pemerintahan, lembaga pendidikan, dunia usaha, politisi ulama, serta para cendakiawan. Karena itu selain menciptakan pendidikan Muhammadiyah yang unggul adalah sebuah keniscayaan dalam menghadapi tantangan zaman. Diperlukan kerja sama yang kolaboratif untuk  memetakan potensi wilayah dan daerah  untuk penjajakan mendirikan amal usaha yang baru dibidang pendidikan yang unggul sesuai potensi daerah,  sekaligus sebagai sarana dakwah Muhammadiyah. Serta peningkatan kualitas sarana prasarana, termasuk yang tak kalah pentingnya adalah penyiapkan dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia tenaga kependidikan Muhammadiyah secara berkala melalui pelatihan dan peningkatan kompetensi yang memadai.


Kedua, pemberdayaan Ekonomi. Data Badan Pusat Statistik NTT mencatat  pada tahun 2022, terjadi lonjakan penduduk miskin per bulan September 2022 jumlah penduduk miskin di NTT tercatat 1,15 juta orang, ada peningkatan 2,9 ribu orang dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2021 yakni 1.146,280 orang. Muhammadiyah sebagai organisasi kemasyarakatan dituntut untuk ikut mengambil bagian. Teologi Al-Maun yang dipraktekan pendiri Muhammadiyah KH. Ahmad Dahlan bertujuan  membebaskan masyarakat dari belenggu kemiskinan dan kebodohan itu harus diimplementasikan dengan berkolarasi bersama pemerintah daerah dan berbagai elemen strategis di NTT untuk memberdayakan masyarakat melalui berbagai program pemberdayaan yang membebaskan mereka dari keterpurukan secara ekonomi. Fiqh Surah Al-Maun mengajarkan tentang spirit koherensitas antara kesholehan spiritual dan kesolehan sosial, artinya kesolehan spiritual itu   menjadi tidak bermakna apa-apa, jika tidak diimplementasikan menjadi ibadah sosial. Membebaskan fakir miskin dan anak yatim piatu serta kaum dhuafa adalah praktek nyata fiqh surah Al-Maun. Surah yang menginspirasi KH.Ahmad Dahlan mendirikan persyarikatan Muhammadiyah.


Ketiga, penguatan basis idologi keislaman yang dalam pemahaman Muhammadiyah ditengah munculnya berbagai idiologi keislaman  trans nasional. Muhammadiyah NTT kedepan  melalui majelis perlu menyusun dan merencanakan berbagai kegiatan perkaderan secara berjenjang dan terencana, dalam upaya menguatkan idologi warga Muhammadiyah di NTT yang  masih memiliki corak pemahaman kesilaman yang beragam  dan harus dijernihkan. Risalah islam berkemajuan sebagai dokumen resmi idiologi muhammadiyah harus terus didengungkan ke tengah-tengah masyarakat.


Keempat penguatan kelembagaan Muhammadiyah sebagai organisasi yang bersifat hirarkis, struktur kelembagaan  organisasinya telah mapan, pada level wilayah, kebijakan-kebijakan strategis, termasuk program kegiatan yang telah ditetapkan dan ditanfidzkan dari hasil Muswil menjadi agenda yang harus dilaksanakan selama lima tahun. Karenanya konsolidasi organisasi dalam rangka sinkronisasi program  antar majelis dan lembaga baik ditingkat  wilayah  serta ortom, atau dengan pimpinan daerah adalah keniscayaan. Mengaktifkan struktur yang semestinya menjadi garda terdepan dalam mengeksekusi program  dan kebijakan  yang dihasilkan dari Musywil selama ini ‘mati suri’ mulai dari majelis, lembaga  dengan mengintrodusirnya melalui peran-peran praktis sesuai porsi, bukan sebaiknya mereduksi fungsi. Akibatnya fungsi dan peran kelembagaan strategis menjadi pincang dan tak bedaya.  

Kelima, pembangunan bidang kesehatan. Nusa Tenggara Timur sebagai provinsi jumlah angka kemiskinan yang meningkat, berdampak terhadap  kondisi ekonomi keluarga yang pada gilirannya berdampak terhadap   kondisi kesehatan keluarga.  Gizi buruk dan stunting yang tinggi adalah potret empirik kehidupan sosial warga NTT hari-hari ini. Muhammadiyah NTT perlu memainkan perannya dalam membantu pemerintah  dengan menjajaki pendirian rumah sakit Muhammadiyah sebagai pusat pelayanan kesehatan masyarakat yang representatif.  Klinik Aisyiyah sekiranya menjadi cikal bakal rumah sakit Muhammadiyah di NTT. Demikian juga fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat di daerah kepulauan yang jauh dari fasilitas kesehatan  semestinya menjadi kebutuhan saat ini.      


Keenam, kolaborasi antara persyarikatan, ortom dan pemerintah. Sebagai jalan untuk mengeksekusi semua program dan kebijakan hasil musyawarah wilayah, diperlukan kolaborasi yang kuat antar stakeholders. Secara internal konsolidasi dan kolaborasi antara Muhammadiyah dan Aisyiyah serta organisasi otonom dalam rangka koordinasi, sinkronisasi program kebijakan. Egoisme kelembagaan tidak menguntungkan organisasi. Mengokohkan sentimen kelompok, melanggengkan oligarki hanya akan mengantarkan Muhammadiyah dalam kubangan terpuruk. Muhammadiyah NTT harus bangkit menunjukan eksistensinya. Bagai matahari yang terus menerus memancarkan sinar. Terus bercahaya meski bumi tidak meminta, sampai bumi berhenti berputar pada porosnya. Perbedaan adalah’bumbu’ cita rasa demokrasi. Namun perbedaan mesti menjadi kekuatan bersama dalam payung teduh Muhammadiyah Nusa Tenggara Timur.   Karena Muhammadiyah telah menjadi organisasi sosial kemasyarakatan dan keislaman yang sukses. Mengutip Hajriyanto Tohari (2016), Muhammadiyah telah menjadi legasi emblematik gerakan massa yang mencatat sukses. Tidak saja secara sosial keagamaan, legasi itu mewujud dalam jangkar sejarah dan laku politik nasional semenjak sebelum kemerdekaan hingga kini.


Mewujudkan harapan diatas menjadi kenyataan tentu tidaklah mudah banyak tantangan dan  dinamika kedepan yang harus dihadapi. Karenanya dibutuhkan kolaborasi dan sinergi antar stakeholders dan soliditas tim yang kuat.  Selain itu figur kolektif pimpinan Muhammadiyah NTT kedepan adalah sosok visioner, memiliki  idologi Muhamadiyah yang kuat,  berakhlaqul karimah, serta siap mewakafkan diri, waktu  dan kesempatan secara paripurna untuk ikhlas berkhidmad di Muhammadiyah tanpa pamrih dan berharap apapun. Seperti pesan pendiri Muhammadiyah KH.Ahmad Dahlan, “hidup hidupkan Muhammadiyah, jangan cari hidup di Muhammadiyah”.   


Nuun Wal Qalami wamaa Yasthuruun, 

Fastabiqul khairaat, Albirru manittaka

Nashrum minallahi Wafathum Qariib, wa bassyiril mu,minin

 

Penulis: Baharudin Hamzah, M.Si (Aktivis Angkatan Muda Muhammadiyah NTT, Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah  Kota Kupang 2017)