Notification

×

Memberi Makan Pada Ayam (Paro Manuq) Sebuah Tradisi Mengenal Garis Keturunan Sebuah Klien di Kedang Lembata

Sabtu, 26 Agustus 2023 | Agustus 26, 2023 WIB

sudarjo_abd_hamid
Penulis: Sudarjo Abd. Hamid, Guru, Jurnalis Matalinenews, penulis buku Goresan Syair dari Negeri Ikan Paus, Penulis Buku Kerinduan Untukmu Ibu, Penulis Buku Guru yang di rindukan
MATALINENEWS - Hajatan / pesta di wilayah Lembata terkhusus orang Kedang selalu di baluti oleh yang namanya tata aturan tradisi, yang terus ada secara turun temurun, baik di wilayah pesisir terlebih pada komunitas pedalaman yang masih sarat dengan adat istiadat.

Wilayah Kedang meliputi dua kecamatan dalam peta Kabupaten Lembata, yakni Kecamatan Omesuri dan juga Kecamatan Buyasuri. Terletak di arah timur yang berbatasan langsung dengan laut sawu dan juga Kabupaten Alor Nusa Tenggara Timur. Dua kecamatan tersebut konon kabarnya merupakan memiliki satu nenek moyang yang berasal dari Uyelewun. Sehingga solidaritas  kekerabatan hingga saat ini terus terlestari tanpa sekat, baik urusan politik maupun lingkup kegiatan social lainnya.


Setiap kali ada hajatan / pesta khususnya wilayah pedalaman masih sangat kental dengan keyakinan terhadap adat/ kebiasaan yang merupakan warisan leluhur sebelum hadirnya keyakinan (Agama ), hingga terbawah sampai saat ini. Kegiatan kegiatan social tersebut berupa bicara adat perkawinan (Uang Bele Keq Pae), Upacara Kematian (Todi Bita Hen Mate), pengatapan rumah (Letuq Bubun Bowong wolar), tancap batu nisan (Bote Dolu Pasuq Mesang), atau sejenisnya nyaris nampak terlihat dalam aktifitas tersebut. Tradisi tersebut katanya tidak afdhol seluruh perkara, bila tidak melewati sebuah tradisi yang di sebut Paro Manuq. 


Kegiatan Paro Manuq  atau Kasih makan ayam ini sering di lakukan sebelum puncak upacara, khususnya sajian makan serta minum kepada para undangan handai tolan yang berkesempatan hadir di kala itu. Kegiatan ini di lakukan tidak mengenal waktu, pada intinya bahwa menjelang aktifitas makan dan minum tentunya di dahulukan  dengan hal ini, sebelum hasil olahan dapur berupa kelengkapan makanan atau sejenisnya  di sajikan kepada khlayak ramai se sebuah acara.


Mula mula para tetua adat (yang di anggap tua pada suku tersebut) di sampaikan untuk hal ini, biasanya ibu ibu dan seorang bapak duduk lesehan di bawah tanah, dengan beberapa buah batu ceper ukuran kecil, yang di simpan di hadapan tetua adat tersebut. Ada beberapa jenis piring yang berisi nasi daging gulai, serta olahan sayur masak, siri pinang dan tembakau, kopi, serta beberapa gelas beisi tuak kelapa/pohon lontar sebagai pelengkap ritual paro manuq. Hal ini menjadi bentuk jamuan terhadap para leluhur yang telah menjadi arwah mendahului beberapa abad yang silam.


Segala menu yang di siapkan di simpan di atas tanah beralas daun pisang dan daun pohon jarak, sejajar dengan beberapa batu ceper, kemudian ritual paro mauq  boleh di mulai di awali dengan ucapan mantra. Setelah terucap mantra salah seorang tua adat yang di percayakan mencomot sedikit sedikit  beberapa makanan  yang tersimpan secara lengkap itu, dan kembali menyimpan pada batu ceper yang di siapkan, yang kemudian di siram dengan sedikit tuak dan kopi di atas batu ceper di maksud. Tidak berhenti di situ, hal tersebut masih berjalan hingga tuntas menyebutkan satu persatu keturunan dari suku yang menyelenggarakan hajatan tersebut. Menurut keyakinan orang Kedang bahwa sebelum manusia hidup menyantap menu makanan pesta, para leluhur harus dahulu menyantap sebagi bentuk penghargaan secara hirarki keturunan. Di sisi lain juga ada sebuah kepercayaan bahwa hal tersebut di lakukan untuk menjaga stabilnya makanan yang telah di masak maupun yang masih mentah di (Hoaq Etin Puen) atau gudang makanan pesta. 


Dalam ritual tersebut, sebelum makanan yang di siapkan  di tumpahkan secara keseluruhan di tanah, tentunya yang di lakukan adalah tetua adat tersebut menyebutkan atau menghitung nenek moyang leluhur (Tuan Woq),  dari beberapa generasi terdahul satu persatu di sebutkan (Suami dan Isteri) yang tidak boleh di langkahi/terlupa, walaupun nenek moyang yang di sebutkan di kuburkan di tanah perantauan/ di luar dari tanah Uyelewun. Semuanya di sebutkan secara runut oleh mereka tanpa terlupa.


Hal tersebut tentunya menggambarkan kepada kita sekalian bahwa, mengenang nama serta ketokohan para leluhur mesti terus ada beriring perkembangan jaman yang terus melanda kehidupan social saat ini. Sekian generasi hari ini tentu hanya mengenal orang tua mereka serta orang tua dari ayah ibu mereka, di atas dari itu nyaris terlupa oleh para generasi. Hal ini bisa  di buktikan dengan mencoba menyuruh generasi yang lahir tahun 80an untuk menyebutkannya, belum tentu serunut yang di ucapkan oleh tetua adat di maksud. Sehingga bagi penulis hal ini (Paro Manuq) harus terus di lestarikan agar para generasi senantiasa menyebutkan secara tuntas keturunan mereka. Hal ini bila setiap pesta terus di ulang sebutan keturunan, maka nilai positifnya adalah generasi akan mengenal solsilah ketrunan mereka sendiri secara otodidak.


Hal demikian mengenalkan kepada kita aka nasal usul sebenarya, dari mana keturunan kita, berasal dari manakah kaeluarga kita, serta mengenal suku bangsa yang telah melahirkan kita. Orang Kedang mesti bangga akan kondisi yang masih terlestari ini, karena sebagian besar sudah memiliki pemikiran yang modernis dan sangat jauh dari kehidupan tradisi ini.


Di akhir ulasan ini, penulis ingin mengemukakan beberapa hal positif berupa :


(Paro Mauq) sebuah tradisi untuk mengenal garis keturunan yang terlupa oleh para generasi generasi berikutnya

Ritual ini di lakukan tentunya generasi akan mengenal seluk beluk, hubungan kawn mawin atau kekerabatan di antara sesame, baik sesuku sekampung, maupun suku di luar kampung

Hal ini di lakukan agar generasi tau diri bahwa tanpa kehadiran para pendahulu belum tentu ada generasi berikutnya

Sebuah pernyataan bahwa hidup bersama alam harus di tingkatkan, untuk menjaga harmonisasi antara kehidupan manusia dengan alam.


Penulis: Sudarjo Abd. Hamid, Guru, Jurnalis Matalinenews, penulis buku Goresan Syair dari Negeri Ikan Paus, Penulis Buku Kerinduan Untukmu Ibu, Penulis Buku Guru yang di rindukan.