Notification

×

Finansial Distress dan Ruang Fiska Pemda NTT yang Tertekan

Jumat, 15 September 2023 | September 15, 2023 WIB

hamzah_nazarudin
 Hamzah Nazarudin, SE, MS (Dosen Politeknik Negeri Kupang)

MATALINENEWS -- Tulisan ini terinspirasi dari  kondisi keuangan dan APBD NTT yang tertekan karena kewajiban pemerintah propinsi NTT membayar hutang kepada PT SMI senilai Rp 1,003 triliun, di cicil selama delapan tahun  yang di tinggalkan oleh mantan gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat dan mantan wakil gubernur Joseph Nae Soi. Beban hutang tersebut menimbulkan finansial distress (kesulitan keuangan) serta ruang fiskal propinsi NTT semakin tertekan. 


Finansial distress merupakan suatu tahap penurunan kondisi finansial yang terjadi pada perusahaan yang mengalami likuiditas atau kebangkrutan (Fatmiwati & Luhgiatno, 2017), fenomena lain dari finansial distress adalah perusahaan yang cendrung mengalami kesulitan likuiditas yang di tunjukan dengan kemampuan perusahaan yang semakin menurun dalam hal pemenuhan kewajiban kepada pihak kreditur (kewajiban melunasi hutang). 


Kondisi finansial distress dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor umum, faktor internal dan faktor eksternal, Faktor umum penyebab finansial distress adalah  faktor yang terjadi pada suatu masyarakat yang terdiri atas sektor usaha, sektor sosial, sektor teknologi dan sektor pemerintah., faktor eksternal adalah faktor penyebab yang berasal dari luar perusahaan  yang terdiri dari sektor pelanggan, sektor pemasukan, sektor pesaing, sedangkan faktor finansial distress internal adalah faktor yang berasal dari internal perusahaan seperti keputusan dan kebijakan di buat di masa lalu yang tidak tepat,  serta kegagalan manajemen dalam bertindak yang tidak sesuai dengan kebutuhan.  


Alat ukur untuk memprediksi terjadinya finansial distress yaitu dengan mengukur kinerja keuangan yang terdapat dalam laporan keuangan yang telah di susun secara akurat, Laporan keuangan merupakan informasi yang sangat di butuhkan oleh pihak internal dan pihak eksternal perusahaan karena informasi tersebut dapat memberikan gambaran mengenai hasil yang telah capai perusahaan dalam jangka waktu tertentu sehingga informasi tersebut dapat di jadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Kinerja keuangan baik akan berpotensi menekan finansial distress menjadi semakin kecil. 

 

Sedangkan ruang fiskal merupakan ketersediaan ruang dalam anggaran yang memampukan pemerintah menyediakan dana untuk tujuan tertentu tanpa menciptakan permasalahan dalam keseimbangan posisi keuangan pemerintah. 


Dalam teori akuntansi ruang fiskal di hitung dari total pendapatan daerah di kurangi belanja wajib (mandatori) dan belanja terikat.  Belanja wajib adalah belanja yang proporsinya telah di tetapkan undang-undang seperti belanja pendidikan, belanja kesehatan.  Sedangkan  belanja terikat adalah belanja yang tak terhindarkan seperti belanja pegawai, belanja bunga dan belanja subsidi. Sisa anggaran setelah di kurangi belanja wajib dan belanja terikat akan di gunakan oleh kepala daerah untuk membiayai program prioritas dan sarana prasarana publik yang di butuhkan. Dengan demikian ruang fiskal menunjuk pada sisa anggaran yang dapat di gunakan oleh kepala daerah untuk kepentingan diskresinya. Sisa anggaran yang di maksud di tentukan oleh besar kecilnya pendapatan yang sudah di tetapkan penggunaannya dan belanja tertentu, serta besar kecilnya belanja terikat dan belanja mandatori (wajib). 


Kondisi anggaran tersebut tidak bisa di kendalikan oleh pemerintah daerah karena merupakan kewenangan pemerintah pusat dan terikat pada peraturan perundang-undangan. Sehingga peluang bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan ruang fiskal terletak pada sisi pendapatan yang dapat di kendalikan yaitu peningkatan pendapatan asli daerah (PAD). 


Berdasarkan data dari  Badan keuangan daerah (BKD) propinsi NTT, menunjukan bahwa Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dinyatakan surplus Rp 240 miliar, meskipun surplus  pemerintah propinsi NTT memiliki hutang terhadap P. T SMI senilai 1.003 triliun rupiah yang akan di cicil selama 8 tahun, dengan cicilan bunga sebesar Rp 70 miliar  di tahun 2023, dan di tahun 2024 PEMDA NTT akan membayar bunga dan cicilan pokok hutang di PT MSI mencapai Rp 230 miliar lebih. Bunganya sudah di bayar tahun 2022 dan 2023.(https://www.batastimor.com/lintas-daerah/pr-8057174679/apbd-ntt-2023-surplus-rp-240-miliar-ini-kata-kaban-bkd-zaka-moruk).     


Kondisi tersebut membuat ruang fiskal tertekan karena kapasitas fiskal pemerintah propinsi NTT Kecil. Tertekannya  ruang fiskal  tersebut berdampak pada banyaknya organisasi daerah (OPD) di lintas propinsi NTT tidak dapat mengeksekusi program dan kegiatan sesuai dengan visi dan misi pasangan gubernur dan wakil gubernur terdahulu (Viktor B Laiskodat dan Joseph Nae Soi) karena konstruksi anggaran hampir di semua perangkat daerah Pemerintah Propinsi NTT terpotong separuh dari tahun  2022 untuk membayar hutang daerah. 


Berdasarkan kajian fiskal regional triwulan 1 tahun 2023 yang di keluarkan KANWIL Ditjen perbendaharaan Propinsi NTT. Pendapatan Daerah dalam APBD  Propinsi NTT hanya sebesar Rp 4.83 Triliun, yang terdiri dari PAD sebesar Rp 352.73 miliar,  transfer sebesar  Rp 4.24 triliun , dan LPDyS Rp 58.99 miliar. Sedangkan belanja daerah dalam propinsi NTT mencapai Rp 28,15 triliun,  biaya operasi sebesar Rp 1.9 triliun, modal sebesar Rp 150,06 miliar,  tak terduga sebesar Rp 13,19 Miliar dan transfer sebesar Rp 145,73 miliar. (https://www.batastimor.com/lintas-daerah/pr-8057174679/apbd-ntt-2023-surplus-rp-240-miliar-ini-kata-kaban-bkd-zaka-moruk) 


Kondisi tersebut memaksa pemerintah melakukan rasionalisasi anggaran serta mendorong pemerintah daerah meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), dengan memberdayakan berbagai macam potensi daerah yang dimiliki jika pemerintah daerah Propinsi NTT tidak ingin mengalami finansial distress (kesulitan keuangan) di sebabkan oleh ruang fiskal yang tertekan karena sebagian anggaran di alokasikan untuk membayar hutang. 


Semoga pejabat gubernur terpilih bapak Ayodhia G. L. Kalake bisa mengatasi semua persoalan tersebut. 


Penulis: Hamzah Nazarudin, SE, MS (Dosen Politeknik Negeri Kupang)