Notification

×

Taramiti Tominuku adalah Manifestasi dari Moderasi Beragama

Selasa, 14 Mei 2024 | Mei 14, 2024 WIB

fathur_dopong
Penulis: Fathur Dopong, S.Pd (Wakil Ketua Pemuda Muhammadiyah NTT)

MATALINENEWS. COM - Negara Republik Indonesia (NKRI) setelah dinyatakan merdeka pada tahun 1945 para  pendiri bangsa Indonesia telah memikirkan  bagaimana nasib bangsa yang besar ini akankah tetap berdiri kokoh atau runtuh sekejap lantas karena sikap  generasi yang ugal-ugalan, tidak mencerminkan sebagai generasi bangsa yang sejati.


Untuk merawat itu semua harus ada kesadaran anak bangsa tentang berbagai perbedaan suku ras dan agama , sikap semacam ini bisa saja terlahir daripada proses pendidikan namun juga melewati kebudayaan-kebudayaan yang masih terpelihara sampai dengan hari ini.


Pancasila bermula dari peristiwa dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Dari sidang BPUPKI tersebut yang kemudian pada 1 Juni 1945 lahirlah Pancasila yang menjadi dasar negara Indonesia. 


Dari butir- butir Pancasila telah menjabarkan berbaga- aspek kehidupan, aspek beragama, aspek keadilan, aspek kesejahteraan dan aspel persatuan. Bhinneka Tunggal Ika sehingga bangsa Indonesia semakin kokoh berdiri tegak dengan semangat yang sama yaitu Bhinneka Tunggal Ika.


Ketika kita bicara tentang toleransi atau hari ini kita kenal dengan moderasi beragama saya pikir dua kata ini mungkin hal yang baru bagi masyarakat pada umumnya, namun pada prinsipnya secara umum sudah di aktualisasikan oleh masyarakat namun dengan budaya dan kearifan local masing masing daerahnya. 


Kata moderasi juga mengingatkan kembali pada generasi tentang pentingnya hidup bersama saling menghargai ditengah multikultural, bahkan kata moderasi sudah lama dipraktekkan oleh masyarakat pada umumnya dan itu lebih banyak melalui budaya-budaya yang ada di setiap desa.


Saya ingin menggambarkan salah satu contoh di tempat kelahiran saya yaitu Kabupaten Alor Nusa Tenggara Timur (NTT),  ada satu kata yang dijadikan semboyan bagi masyarakat Alor, kata ini sederhana namun penuh makna kandungannya "taramiti tominuku" merupakan kata yang sangat sederhana namun memiliki filosofi yang sangat mendalam yaitu berbeda tempat tinggal namun selalu satu hati. 


Secara harfiah, ungkapan yang khas taramiti dapat berarti berbeda tempat duduk atau tempat tinggal sedangkan tominuku dapat berarti satu hati. Dengan demikian, taramiti tominuku secara harfiah menurut pengertian bahasa Abui adalah berbeda tempat tinggal namun selalu satu hati.


Daerah Alor  sangat mengagumkan hidup saling menghargai atas perbedaan yang ada, bahkan ada satu budaya yang mungkin secara spiritual bagi umat muslim hal ini dinilai Sirik namun budaya ini mengikat antara dua perbedaan agama yaitu hukum "Bela"  hukum bela merupakan sebuah perjanjian lama yang dibangun oleh nenek moyang sejak dulu kala untuk mengikat persaudaraan antara gunung dan pantai (dua komunitas yang mayoritas gunung adalah Agama Kristen sementara Pantai mayoritas beragama Islam) yang harus terus dijaga dirawat dan tidak ada pertikaian. Selain hokum bela yang ada, masyarakat Alor sudah terbiasa dengan perbedaan sebab sering terjadi kawin mawin yang menyebabkan keterkaitan hubungan nasab.


Bahkan pada acara- acara keagamaan seperti Natal dan MTQ, Maulid Nabi atau Isra Mi’rat kedua agama ini saling supor dalam hal keterlibatan dalam kepanitiaan namun tidak menjadikan ruang untuk mempengaruhi keyakinan masing- masing.



Kabupaten Alor merupakan salah satu sampel yang saya ambil sebagai dasar bahwa di setiap daerah di 21 kabupaten yang ada di NTT memiliki semboyan atau prinsip masing-masing sesuai dengan kebudayaan yang dipelihara di setiap daerahnya. bahkan di organisasi-organisasi besar seperti Muhammadiyah dengan komitemen "Dar al-Ahdi Wa al-Syahada. Ijtihad kontemporer Muhammadiyah tersebut berangkat dari situasi terkini di tubuh bangsa Indonesia sekaligus penegas identitas keislaman dan keindonesiaan. Secara bahasa Dar al-Ahdi Wa al-Syahadah berarti negara kesepakatan dan persaksian. 


Selain itu Gagasan cinta tanah air, nasionalisme, yang dikemas dengan idiom Hubbul Wathan Minal Iman tidak pernah lepas dari peran ulama dan kiai Nusantara khususnya NU. Secara bahasa, hub artinya cinta, wathan berarti tanah air (bangsa), minal iman berarti dari atau sebagian dari iman.


Dalam hal ini merupakan bagian daripada komitmen budaya dan organisasi sosial masyarakat sebagai peran utama dan benteng untuk memelihara Negara Kesatuan Republik Indonesia dari ancaman-ancaman yang bersifat internal maupun eksternal yang merusak keutuhan NKRI agar tetap berdiri kokoh sepanjang hayat.


Penulis: Fathur Dopong, S.Pd (Mantan Ketua Umum DPD IMM NTT, Pimpinan Redaksi Media Matalinenews, Wakil Ketua PW Pemuda Muhammadiyah NTT/ Guru SMK Neger 6 Kupang)